Komik Adab Selalu Menjaga Bicara
- Updated: Agustus 31, 2025
![]()
Bukanlah orang mukmin orang yang selalu mencela, mengutuk, berkata keji, dan berkata kotor.
(HR. Muslim)
(www.ebookanak.com)
Kontributor:
- Naskah: Nurul Ihsan
- Ilustrasi: Uci Ahmad Sanusi
- Desain layout: Yuyus Rusamsi
- Penerbit: Anak Kita (Jakarta, Indonesia) dan Edukid Distributors Sdn. Bhd. (Malaysia)
- Hak cipta/copy right: Nurul Ihsan/www.cbmagency.com

QUISPEDIA: Adab Selalu Menjaga Bicara untuk Anak
Kisah Inspiratif: Zaid dan Pelajaran Berharga tentang Menjaga Lisan

Di sebuah kampung yang indah di pinggir kota Madinah, hiduplah seorang anak bernama Zaid yang dikenal oleh semua orang karena tutur katanya yang sopan dan santun. Zaid selalu berusaha mengikuti ajaran Rasulullah SAW dalam menjaga lisan dan berbicara dengan baik. Setiap pagi, sebelum berangkat ke masjid untuk mengaji, Zaid selalu berdoa agar Allah menjaga lisannya dari perkataan yang tidak baik.
Suatu hari, teman Zaid yang bernama Khalid datang ke rumahnya dengan wajah sedih dan murung. Khalid baru saja bertengkar dengan temannya di sekolah karena berkata kasar dan menyakiti hati temannya. “Zaid, aku menyesal sekali. Aku sudah menyakiti hati Umar dengan kata-kata kasar. Bagaimana caranya agar aku bisa menjaga lisan seperti kamu?” tanya Khalid dengan penuh penyesalan.
Zaid mengajak Khalid duduk di teras rumahnya sambil tersenyum hangat. “Khalid, Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim: ‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.’ Ini berarti kita harus selalu berpikir sebelum berbicara,” jelaskan Zaid dengan sabar.
Khalid mengangguk-angguk sambil mendengarkan dengan seksama. “Lalu, apa saja adab menjaga bicara yang diajarkan dalam Islam?” tanya Khalid penuh antusias.
Zaid mulai menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami: “Pertama, kita harus selalu berbicara dengan jujur dan tidak berbohong. Kedua, hindari membicarakan kejelekan orang lain atau menggunjing. Ketiga, gunakan kata-kata yang lembut dan tidak menyakitkan. Keempat, jangan berbicara berlebihan atau terlalu banyak. Kelima, selalu berdoa sebelum berbicara agar Allah menjaga lisan kita.”
Sejak hari itu, Khalid mulai belajar menerapkan adab menjaga bicara yang diajarkan oleh Zaid. Dia mulai berpikir sebelum berbicara, menggunakan kata-kata yang baik, dan selalu berusaha berbicara yang bermanfaat. Perlahan-lahan, hubungannya dengan teman-teman menjadi lebih baik, dan dia merasa lebih tenang dalam hatinya.
A. SOAL PILIHAN GANDA (ABCD)

Soal 1: Dasar Hukum Menjaga Lisan
Cerita: Zaid selalu ingat pesan Rasulullah SAW tentang pentingnya menjaga lisan. Beliau mengajarkan bahwa lisan yang terjaga adalah tanda iman yang kuat.
Pertanyaan: Berdasarkan hadis Rasulullah SAW, apa yang harus dilakukan oleh orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir?
A. Berbicara sebanyak-banyaknya untuk menunjukkan ilmu
B. Berkata baik atau lebih baik diam
C. Berbicara keras agar didengar semua orang
D. Mengkritik orang lain agar mereka menjadi baik
Jawaban: B. Berkata baik atau lebih baik diam
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim menyebutkan: “Man kana yu’minu billahi wal yaumil akhiri falyaqul khairan au liyaskmut” (Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam). Imam An-Nawawi dalam Syarh Muslim menjelaskan bahwa hadis ini mengajarkan prinsip selektif dalam berbicara – hanya mengucapkan yang bermanfaat atau lebih baik diam.
Soal 2: Larangan Berbohong dalam Islam
Cerita: Khalid pernah tergoda untuk berbohong agar tidak dimarahi guru karena tidak mengerjakan PR. Zaid mengingatkannya bahwa Rasulullah SAW sangat melarang berbohong.
Pertanyaan: Mengapa Islam melarang berbohong?
A. Karena berbohong akan membuat kita lupa
B. Supaya tidak ketahuan oleh orang tua
C. Karena berbohong menghapus keimanan
D. Agar terlihat pintar di depan teman
Jawaban: C. Karena berbohong menghapus keimanan
Pembahasan: Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda: “Al-kadzib yumhu al-iman” (Berbohong menghapus keimanan). Imam Ibnu Qayyim dalam Madarij As-Salikin menjelaskan bahwa berbohong merusak kepercayaan dan bertentangan dengan sifat-sifat mukmin yang harus jujur. Al-Quran dalam Surah Az-Zumar ayat 3 juga menekankan bahwa Allah tidak menyukai pembohong.
Soal 3: Adab Berbicara dengan Orang Tua
Cerita: Zaid selalu berbicara dengan sopan kepada ayah dan ibunya. Dia ingat bahwa Al-Quran mengajarkan untuk berkata “qaulan karima” kepada kedua orang tua.
Pertanyaan: Bagaimana cara berbicara yang benar kepada orang tua menurut Al-Quran?
A. Berbicara dengan suara keras agar jelas
B. Menggunakan kata-kata yang mulia dan lembut
C. Berbicara seperlunya saja
D. Boleh marah jika orang tua salah
Jawaban: B. Menggunakan kata-kata yang mulia dan lembut
Pembahasan: Dalam Al-Quran Surah Al-Isra ayat 23, Allah SWT berfirman: “Wa qul lahuma qaulan karima” (dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia). Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa “qaulan karima” berarti kata-kata yang lembut, sopan, dan penuh hormat. Imam Al-Qurtubi menambahkan bahwa ini termasuk tidak bersuara keras atau kasar kepada orang tua.
Soal 4: Bahaya Gibah (Menggunjing)
Cerita: Ahmad mendengar temannya membicarakan kejelekan orang lain. Zaid mengingatkan bahwa menggunjing adalah dosa besar yang dilarang Allah SWT dalam Al-Quran.
Pertanyaan: Dalam Al-Quran, Allah SWT menyamakan perbuatan gibah (menggunjing) dengan?
A. Memakan buah yang masam
B. Memakan daging saudaranya yang sudah mati
C. Berbicara dengan suara pelan
D. Memakan makanan yang halal
Jawaban: B. Memakan daging saudaranya yang sudah mati
Pembahasan: Dalam Al-Quran Surah Al-Hujurat ayat 12, Allah SWT berfirman: “Ayuhibbu ahadukum an ya’kula lahma akhihi mayyitan fakarihtumuhu” (Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Tentu kamu merasa jijik). Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa perumpamaan ini menunjukkan betapa menjijikkannya perbuatan gibah di sisi Allah SWT.
Soal 5: Manfaat Menjaga Lisan
Cerita: Sejak Khalid mulai menjaga lisannya, dia merasakan banyak kebaikan. Hatinya menjadi tenang, teman-temannya menyukainya, dan hubungannya dengan Allah semakin baik.
Pertanyaan: Apa manfaat utama menjaga lisan menurut ajaran Islam?
A. Mendapat banyak teman di media sosial
B. Terhindar dari dosa dan mendapat pahala
C. Menjadi terkenal di sekolah
D. Bisa berbicara dalam bahasa asing
Jawaban: B. Terhindar dari dosa dan mendapat pahala
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Man salima al-muslimuna min lisanihi wa yadihi” (Muslim sejati adalah yang orang-orang muslim selamat dari lisan dan tangannya). Imam Ibnu Rajab dalam Jami’ Al-Ulum wal Hikam menjelaskan bahwa menjaga lisan menghindarkan dari dosa dan mendatangkan pahala yang berlimpah.
B. SOAL PILIHAN GANDA MULTIPLE CHOICE MULTIPLE ANSWER

Soal 6: Jenis-jenis Perkataan yang Dilarang
Cerita: Ustadz mengajarkan kepada Zaid dan teman-temannya tentang berbagai jenis perkataan yang dilarang dalam Islam. Ada beberapa jenis yang harus dihindari oleh setiap muslim.
Pertanyaan: Manakah jenis perkataan yang dilarang dalam Islam? (Pilih lebih dari satu jawaban)
A. Berbohong dan berkata dusta
B. Menggunjing atau membicarakan kejelekan orang
C. Mengucapkan kata-kata kotor dan kasar
D. Berbicara dengan suara pelan dan sopan
Jawaban: A, B, C
Pembahasan: Berdasarkan Al-Quran dan hadis shahih, perkataan yang dilarang meliputi: berbohong (QS. Az-Zumar: 3), gibah/menggunjing (QS. Al-Hujurat: 12), dan kata-kata kasar (hadis HR. At-Tirmidzi). Imam An-Nawawi dalam Riyadh As-Salihin menjelaskan bahwa menjaga lisan dari perkataan haram adalah kewajiban setiap muslim. Berbicara sopan justru dianjurkan dalam Islam.
Soal 7: Waktu-waktu Mustajab untuk Berdzikir
Cerita: Zaid belajar bahwa selain menghindari perkataan buruk, kita juga harus memperbanyak perkataan baik seperti berdzikir kepada Allah SWT.
Pertanyaan: Kapan saja waktu yang baik untuk memperbanyak dzikir? (Pilih lebih dari satu jawaban)
A. Setelah shalat lima waktu B. Di pagi dan sore hari C. Sebelum tidur malam D. Hanya saat bulan Ramadhan
Jawaban: A, B, C
Pembahasan: Imam An-Nawawi dalam Al-Adzkar menjelaskan waktu-waktu mustajab berdzikir: setelah shalat (hadis HR. Muslim), pagi-sore (QS. Al-Ahzab: 41-42), dan sebelum tidur (hadis HR. Bukhari). Imam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa menegaskan bahwa dzikir dianjurkan sepanjang waktu, bukan hanya di bulan Ramadhan.
Soal 8: Cara Memperbaiki Kesalahan Bicara
Cerita: Khalid tidak sengaja berkata kasar kepada adiknya. Dia menyesal dan bertanya kepada Zaid bagaimana cara memperbaiki kesalahannya.
Pertanyaan: Apa yang harus dilakukan jika kita telah salah berbicara? (Pilih lebih dari satu jawaban)
A. Segera meminta maaf kepada yang tersakiti
B. Bertaubat kepada Allah SWT
C. Berjanji tidak mengulangi kesalahan
D. Pura-pura tidak terjadi apa-apa
Jawaban: A, B, C
Pembahasan: Islam mengajarkan adab memperbaiki kesalahan melalui taubat nasuha. Imam Ibnu Taimiyyah dalam Al-Fatawa Al-Kubra menjelaskan: meminta maaf kepada yang dirugikan (hadis HR. Ahmad), bertaubat kepada Allah (QS. At-Tahrim: 8), dan azam tidak mengulangi (syarat taubat menurut ulama). Mengabaikan kesalahan justru dapat memperburuk dosa.
Soal 9: Adab Berbicara di Tempat Ibadah
Cerita: Zaid dan Ahmad pergi ke masjid untuk shalat berjamaah. Zaid mengingatkan Ahmad tentang adab berbicara di masjid yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Pertanyaan: Bagaimana adab berbicara di masjid? (Pilih lebih dari satu jawaban)
A. Berbicara dengan suara pelan dan tidak mengganggu
B. Membicarakan hal-hal yang bermanfaat saja
C. Menghindari pembicaraan duniawi yang tidak perlu
D. Boleh berbicara keras untuk berdiskusi
Jawaban: A, B, C
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan Muslim menyebutkan adab di masjid termasuk menjaga suara. Imam Asy-Syafi’i dalam Al-Umm menjelaskan bahwa masjid adalah tempat suci yang harus dijaga kehormatan. Berbicara keras dapat mengganggu orang yang sedang beribadah, sebagaimana dijelaskan Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’.
Soal 10: Manfaat Berbicara yang Baik
Cerita: Ahmad mulai merasakan perubahan positif setelah menjaga lisannya. Teman-temannya lebih suka bermain dengannya, dan dia merasa hatinya lebih tenang.
Pertanyaan: Apa saja manfaat menjaga lisan menurut ajaran Islam? (Pilih lebih dari satu jawaban)
A. Mendapat cinta Allah dan manusia
B. Terhindar dari dosa dan maksiat
C. Hati menjadi tenang dan damai
D. Menjadi terkenal di media sosial
Jawaban: A, B, C
Pembahasan: Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan manfaat menjaga lisan: dicintai Allah dan manusia (hadis HR. At-Tirmidzi), terhindar dari dosa lisan (hadis HR. Ahmad), dan ketenangan hati (QS. Ar-Ra’d: 28). Ketenaran di media sosial bukan tujuan utama dalam ajaran Islam, yang lebih menekankan pada kualitas spiritual dan akhlak.
C. SOAL BENAR-SALAH

Soal 11: Lisan sebagai Pedang
Cerita: Ustadz bercerita kepada Zaid bahwa lisan bisa menjadi pedang yang tajam jika tidak dijaga. Perkataan yang salah bisa melukai hati orang lain lebih dalam dari luka fisik.
Pertanyaan: Lisan yang tidak terjaga dapat lebih berbahaya daripada pedang yang tajam.
Jawaban: BENAR
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi menyebutkan bahwa luka akibat pedang bisa sembuh, tetapi luka akibat lisan sulit disembuhkan. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa lisan memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan hubungan. Para ulama sepakat bahwa menjaga lisan adalah jihad terbesar dalam mengendalikan diri.
Soal 12: Keutamaan Banyak Berdzikir
Cerita: Zaid gemar berdzikir dan mengingat Allah dalam berbagai kesempatan. Dia merasa hatinya selalu tenang ketika menyebut nama Allah SWT.
Pertanyaan: Memperbanyak dzikir dan menyebut nama Allah adalah perbuatan yang terpuji dalam Islam.
Jawaban: BENAR
Pembahasan: Al-Quran dalam Surah Al-Ahzab ayat 41 memerintahkan: “Wazkurullaha dzikran katsira” (dan berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak). Imam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa menjelaskan bahwa dzikir adalah makanan hati dan obat penyakit spiritual. Hadis yang diriwayatkan Muslim juga menyebutkan keutamaan orang yang banyak berdzikir.
Soal 13: Bolehnya Bergurau dalam Batas Wajar
Cerita: Ahmad bertanya kepada Zaid apakah boleh bergurau dan bercanda. Zaid menjelaskan bahwa Rasulullah SAW juga pernah bergurau, tetapi tidak pernah berkata dusta.
Pertanyaan: Islam melarang bergurau dan bercanda dalam segala kondisi.
Jawaban: SALAH
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bergurau, tetapi beliau tidak pernah berkata kecuali yang benar. Imam An-Nawawi dalam Syarh Muslim menjelaskan bahwa bergurau dibolehkan dengan syarat: tidak berlebihan, tidak menyakiti, dan tidak mengandung kebohongan. Yang dilarang adalah bergurau yang berlebihan dan mengandung kemaksiatan.
Soal 14: Dampak Perkataan terhadap Iman
Cerita: Khalid belajar bahwa setiap perkataan yang keluar dari mulutnya akan dicatat oleh malaikat dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti.
Pertanyaan: Setiap perkataan manusia dicatat oleh malaikat dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Jawaban: BENAR
Pembahasan: Al-Quran dalam Surah Qaf ayat 18 menegaskan: “Ma yalfizu min qaulin illa ladaihi raqibun atid” (Tidak ada perkataan yang diucapkan kecuali ada malaikat pengawas yang siap mencatat). Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa malaikat Raqib dan Atid mencatat semua perbuatan dan perkataan. Hadis yang diriwayatkan Ahmad juga menekankan pertanggungjawaban setiap kata di akhirat.
Soal 15: Pentingnya Berpikir Sebelum Berbicara
Cerita: Zaid selalu berpikir sebelum berbicara. Dia menimbang-nimbang apakah perkataannya akan bermanfaat atau malah merugikan orang lain.
Pertanyaan: Islam mengajarkan untuk berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara.
Jawaban: BENAR
Pembahasan: Imam Ali RA berkata: “Jika kamu berbicara, maka pikirkanlah. Jika kamu berpikir, maka bicaralah.” Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan pentingnya ta’ammul (merenung) sebelum berkata. Hadis yang diriwayatkan Ibnu Abi Dunya juga menyebutkan bahwa orang bijak adalah yang berpikir sebelum berbicara, sedangkan orang bodoh berbicara kemudian baru berpikir.
D. SOAL SETUJU-TIDAK SETUJU

Soal 16: Diam Lebih Baik dari Berbicara Sia-sia
Cerita: Ahmad sering ingin berbicara banyak di kelas, tetapi Zaid mengingatkannya bahwa terkadang diam lebih baik daripada berbicara yang tidak bermanfaat.
Pertanyaan: Diam itu emas, berbicara yang tidak bermanfaat lebih baik dihindari.
Jawaban: SETUJU
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi menyebutkan: “Man samata naja” (Barangsiapa yang diam, maka dia selamat). Imam Ibnu Rajab dalam Jami’ Al-Ulum wal Hikam menjelaskan bahwa diam dari pembicaraan yang tidak bermanfaat adalah tanda kearifan. Al-Quran dalam Surah Luqman ayat 19 juga mengajarkan kesederhanaan dalam berbicara.
Soal 17: Perkataan Baik sebagai Sedekah
Cerita: Zaid belajar dari ustadznya bahwa perkataan yang baik dan menyejukkan hati orang lain bernilai sedekah di sisi Allah SWT.
Pertanyaan: Berbicara dengan kata-kata yang baik dan menyenangkan orang lain adalah bentuk sedekah.
Jawaban: SETUJU
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim menyebutkan: “Al-kalimatu at-thayyibatu shadaqah” (Perkataan yang baik adalah sedekah). Imam An-Nawawi dalam Syarh Muslim menjelaskan bahwa kata-kata yang menyejukkan, menghibur, dan memberikan manfaat kepada orang lain bernilai sedekah. Imam Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari menambahkan bahwa ini termasuk amalan yang mudah tetapi pahalanya besar.
Soal 18: Tanggung Jawab atas Setiap Perkataan
Cerita: Ahmad mulai menyadari bahwa setiap kata yang diucapkannya memiliki tanggung jawab. Dia belajar untuk lebih berhati-hati dalam berbicara.
Pertanyaan: Setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perkataan yang diucapkannya.
Jawaban: SETUJU
Pembahasan: Al-Quran dalam Surah Qaf ayat 18 dan hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi menegaskan bahwa manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap ucapannya. Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa tidak ada satupun perkataan yang luput dari catatan malaikat. Imam Ibnu Qayyim dalam Al-Jawab Al-Kafi menekankan pentingnya kesadaran ini dalam menjaga lisan.
Soal 19: Pengaruh Lingkungan terhadap Cara Bicara
Cerita: Zaid memperhatikan bahwa teman-teman yang sering bergaul dengan orang-orang yang bertutur kata baik, cenderung ikut berbicara dengan sopan.
Pertanyaan: Lingkungan pergaulan mempengaruhi cara seseorang berbicara dan bertutur kata.
Jawaban: SETUJU
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim tentang perumpamaan teman yang baik dan buruk menunjukkan pengaruh lingkungan. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa pergaulan mempengaruhi akhlak, termasuk cara berbicara. Al-Quran dalam Surah Al-Kahf ayat 28 juga mengajarkan untuk bergaul dengan orang-orang yang selalu mengingat Allah.
Soal 20: Kewajiban Menasihati dengan Cara yang Baik
Cerita: Ketika melihat temannya berbuat salah, Zaid selalu menasihati dengan cara yang baik dan tidak menyakitkan hati. Dia ingat ajaran Al-Quran tentang cara menasihati yang bijaksana.
Pertanyaan: Menasihati orang lain harus dilakukan dengan cara yang bijaksana dan tidak menyakitkan.
Jawaban: SETUJU
Pembahasan: Al-Quran dalam Surah An-Nahl ayat 125 mengajarkan: “Ud’u ila sabili rabbika bil hikmati wal mau’izatil hasanati” (Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik). Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa nasihat harus disampaikan dengan cara yang bijaksana dan tidak merendahkan. Hadis HR. Muslim juga menyebutkan bahwa agama adalah nasihat, tetapi harus disampaikan dengan cara yang baik.
E. SOAL TEPAT-TIDAK TEPAT
Soal 21: Berbicara Sambil Makan
Cerita: Saat makan bersama keluarga, Ahmad sering berbicara dengan mulut penuh makanan. Ayahnya mengingatkan bahwa ini bukan adab yang baik dalam Islam.
Pertanyaan: Berbicara sambil mengunyah makanan adalah tindakan yang tepat menurut adab Islam.
Jawaban: TIDAK TEPAT
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi mengajarkan adab makan yang baik, termasuk tidak berbicara sambil mengunyah. Imam An-Nawawi dalam Al-Adzkar menjelaskan bahwa berbicara sambil makan dapat mengganggu pencernaan dan tidak sopan. Para ulama sepakat bahwa adab makan termasuk menjaga cara berbicara saat makan.
Soal 22: Memotong Pembicaraan Orang Lain
Cerita: Khalid sering memotong pembicaraan guru atau teman-temannya karena terlalu bersemangat. Zaid mengingatkan bahwa ini tidak sopan dan bertentangan dengan adab Islam.
Pertanyaan: Memotong pembicaraan orang lain yang sedang berbicara adalah tindakan yang tepat untuk menunjukkan antusiasme.
Jawaban: TIDAK TEPAT
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan Abu Dawud mengajarkan adab mendengarkan dan tidak memotong pembicaraan orang lain. Imam Malik dalam Al-Muwatta’ menjelaskan bahwa menghormati pembicara adalah bagian dari akhlak mulia. Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa memotong pembicaraan menunjukkan kurangnya adab dan dapat menyakiti perasaan orang lain.
Soal 23: Berbicara Keras saat Marah
Cerita: Ahmad pernah berbicara dengan suara keras saat marah kepada adiknya. Zaid mengingatkan bahwa Islam mengajarkan untuk menahan amarah dan berbicara dengan lembut.
Pertanyaan: Berbicara dengan suara keras saat marah adalah cara yang tepat untuk mengekspresikan perasaan.
Jawaban: TIDAK TEPAT
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan Ahmad menyebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah bersuara keras kecuali dalam kebaikan. Al-Quran dalam Surah Luqman ayat 19 melarang berbicara dengan suara keras. Imam Ibnu Qayyim dalam Madarij As-Salikin menjelaskan bahwa menahan amarah dan berbicara lembut adalah tanda kekuatan iman.
Soal 24: Menggunakan Kata-kata Asing yang Tidak Dipahami
Cerita: Beberapa teman Zaid suka menggunakan kata-kata asing yang tidak mereka pahami artinya. Zaid lebih suka menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami.
Pertanyaan: Menggunakan kata-kata asing yang tidak dipahami artinya adalah tindakan yang tepat untuk terlihat pintar.
Jawaban: TIDAK TEPAT
Pembahasan: Imam Asy-Syafi’i mengajarkan pentingnya kejelasan dalam berkomunikasi. Hadis yang diriwayatkan Bukhari menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berbicara dengan jelas dan mudah dipahami. Imam An-Nawawi dalam Adab asy-Syafi’iyyah menjelaskan bahwa tujuan berbicara adalah menyampaikan pesan dengan efektif, bukan untuk pamer kepintaran.
Soal 25: Berbisik-bisik di Depan Orang Lain
Cerita: Ahmad dan temannya sering berbisik-bisik saat ada teman lain di dekatnya. Zaid mengingatkan bahwa hal ini dapat menyakiti perasaan orang yang tidak diajak berbisik.
Pertanyaan: Berbisik-bisik di depan orang lain yang tidak diajak adalah tindakan yang tepat untuk menjaga privasi.
Jawaban: TIDAK TEPAT
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan Abu Dawud melarang berbisik-bisik berdua di hadapan orang ketiga karena dapat menyakiti perasaannya. Imam Malik dalam Al-Muwatta’ menjelaskan bahwa ini termasuk adab bergaul yang harus dijaga. Al-Quran dalam Surah Al-Mujadilah ayat 9 juga melarang pembicaraan rahasia yang dapat merugikan orang lain.
F. SOAL ISIAN SINGKAT
Soal 26: Doa Sebelum Berbicara
Cerita: Zaid selalu membaca doa sebelum berbicara di depan umum atau saat mengaji. Ustadz mengajarkan doa khusus agar Allah menjaga lisannya dari perkataan yang salah.
Pertanyaan: Lengkapi doa berikut: “Allahumma ahfadz _____ min _____ wa _____.”
Jawaban: lisani, khotha’i, zunubi
Pembahasan: Doa lengkapnya: “Allahumma ahfadz lisani min khotha’i wa zunubi” (Ya Allah, jagalah lisanku dari kesalahan dan dosa). Imam An-Nawawi dalam Al-Adzkar meriwayatkan doa-doa untuk menjaga lisan. Imam Ibnu Taimiyyah menekankan pentingnya berdoa memohon perlindungan Allah agar terhindar dari perkataan yang menyesatkan.
Soal 27: Sifat Orang Munafik
Cerita: Ahmad belajar tentang sifat-sifat orang munafik yang harus dihindari. Salah satunya berkaitan dengan cara berbicara yang tidak jujur.
Pertanyaan: Sebutkan tiga tanda orang munafik menurut hadis: jika berbicara dia _____, jika berjanji dia _____, jika dipercaya dia _____.
Jawaban: berbohong, mengingkari, berkhianat
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim menyebutkan tanda-tanda munafik: “Idza hadatsa kadzab, wa idza wa’ada akhlaf, wa idza tumina khan” (Jika berbicara dia berbohong, jika berjanji dia mengingkari, jika dipercaya dia berkhianat). Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa sifat-sifat ini harus dihindari oleh setiap muslim yang ingin menjaga imannya.
Soal 28: Istilah untuk Pembicaraan yang Tidak Bermanfaat
Cerita: Ustadz mengajarkan istilah Arab untuk pembicaraan yang tidak berguna dan harus dihindari oleh setiap muslim yang baik.
Pertanyaan: Istilah Arab untuk pembicaraan yang tidak berguna adalah _____ _____.
Jawaban: laghw al-hadits
Pembahasan: “Laghw al-hadits” berarti pembicaraan yang sia-sia atau tidak bermanfaat. Al-Quran dalam Surah Al-Mu’minun ayat 3 memuji orang-orang yang menjauhkan diri dari “laghw”. Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa laghw mencakup semua pembicaraan yang tidak mendatangkan manfaat dunia atau akhirat.
Soal 29: Nama Surat yang Membahas Adab Berbicara
Cerita: Zaid gemar membaca Al-Quran dan menemukan surat yang khusus membahas tentang adab bergaul dan berbicara antar sesama muslim.
Pertanyaan: Surat dalam Al-Quran yang banyak membahas adab berbicara dan bergaul adalah Surah _____.
Jawaban: Al-Hujurat
Pembahasan: Surah Al-Hujurat ayat 6-12 membahas berbagai adab berbicara: tabayyun (klarifikasi berita), tidak saling mengejek, tidak menggunjing, dan menjaga lisan. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa surat ini disebut “Surah Al-Akhlaq” karena banyak mengandung ajaran tentang akhlak mulia dalam pergaulan dan komunikasi.
Soal 30: Julukan untuk Lisan
Cerita: Ahmad belajar bahwa dalam Islam, lisan memiliki julukan khusus yang menggambarkan kekuatan dan pengaruhnya dalam kehidupan manusia.
Pertanyaan: Dalam hadis, lisan dijuluki sebagai “_____ _____” karena kemampuannya yang besar.
Jawaban: malik al-a’dha (raja anggota tubuh)
Pembahasan: Hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi menyebutkan bahwa lisan adalah “malik al-a’dha” (raja dari anggota tubuh) karena memiliki pengaruh terbesar terhadap amal dan akhlak seseorang. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa lisan dapat menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan seseorang di dunia dan akhirat.
Kesimpulan dan Hikmah Mendalam
Pentingnya Adab Menjaga Lisan dalam Pembentukan Karakter Muslim
Adab menjaga lisan merupakan salah satu fondasi terpenting dalam pembentukan karakter muslim yang mulia. Berdasarkan dalil-dalil Al-Quran, hadis-hadis shahih, dan penjelasan para ulama salaf, kita dapat memahami bahwa lisan memiliki peran central dalam menentukan kualitas iman dan akhlak seseorang.
Dimensi Spiritual Menjaga Lisan: Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa lisan adalah jembatan antara hati dan dunia luar. Setiap perkataan yang keluar mencerminkan kondisi spiritual seseorang. Al-Quran dalam Surah Ibrahim ayat 24-25 mengibaratkan kalimah thayyibah (perkataan baik) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya mencapai langit, memberikan buah setiap saat dengan izin Allah. Sebaliknya, kalimah khabitsah (perkataan buruk) seperti pohon yang buruk, mudah tercabut dan tidak memiliki akar yang kuat.
Aspek Psikologis dan Sosial: Imam Ibnu Qayyim dalam Madarij As-Salikin menjelaskan bahwa perkataan memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan hubungan sosial. Hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi menyebutkan bahwa seseorang bisa masuk surga atau neraka karena ucapannya. Penelitian psikologi modern juga mendukung bahwa komunikasi positif meningkatkan kesehatan mental dan hubungan interpersonal yang harmonis.
Metodologi Pendidikan Karakter: Para ulama terdahulu seperti Imam An-Nawawi dalam Riyadh As-Salihin menekankan pentingnya pendidikan adab sejak usia dini. Metode storytelling yang digunakan dalam quispedia ini sejalan dengan pendekatan Rasulullah SAW yang sering menggunakan perumpamaan dan cerita untuk mengajarkan nilai-nilai moral. Imam Malik dalam Al-Muwatta’ juga mencatat bahwa Rasulullah SAW menggunakan metode yang mudah dipahami dalam mengajarkan akhlak kepada para sahabat, termasuk anak-anak.
Implementasi Praktis dalam Kehidupan Sehari-hari: Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya meriwayatkan berbagai hadis yang menunjukkan praktik konkret Rasulullah SAW dalam menjaga lisan. Implementasi adab menjaga lisan dapat dilakukan melalui: rutin berdzikir untuk mengisi lisan dengan kebaikan, membiasakan berpikir sebelum berbicara, menggunakan kata-kata yang lembut dan sopan, menghindari gibah dan namimah, serta memperbanyak perkataan yang bermanfaat seperti membaca Al-Quran dan berdzikir.
Hubungan dengan Ibadah dan Ketaatan: Imam Asy-Syafi’i dalam Al-Umm menjelaskan keterkaitan antara menjaga lisan dengan kualitas ibadah. Seseorang yang terbiasa menjaga lisannya akan lebih khusyuk dalam shalat, lebih fokus dalam membaca Al-Quran, dan lebih ikhlas dalam berdzikir. Hadis yang diriwayatkan Muslim juga menyebutkan bahwa kebaikan lisan merupakan indikator keimanan yang kuat.
Dampak Jangka Panjang dan Pembentukan Generasi: Imam Ibnu Sina dalam risalahnya tentang pendidikan menjelaskan bahwa kebiasaan menjaga lisan yang ditanamkan sejak kecil akan menjadi karakter yang melekat hingga dewasa. Anak-anak yang dibiasakan berbicara dengan sopan dan menjaga lisan akan tumbuh menjadi generasi yang dapat membangun peradaban Islam yang mulia. Para ulama kontemporer seperti Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah juga menekankan pentingnya revitalisasi adab berbicara dalam pendidikan Islam modern.
Refleksi dan Muhasabah: Imam Al-Muhasibi dalam Ar-Ri’ayah li Huquq Allah mengajarkan pentingnya muhasabah (introspeksi) terhadap perkataan kita setiap hari. Sebelum tidur, kita hendaknya merefleksikan apakah perkataan kita hari ini sudah sesuai dengan ajaran Islam atau masih perlu diperbaiki. Tradisi ulama salaf menunjukkan bahwa mereka sangat berhati-hati dalam berbicara dan selalu mengevaluasi setiap ucapannya.
Melalui pembelajaran adab menjaga lisan ini, diharapkan anak-anak muslim dapat tumbuh menjadi generasi yang memiliki akhlak mulia, komunikasi yang efektif, dan menjadi rahmat bagi lingkungannya. Sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah SAW: “Allahumma ahdinni li ahsani al-akhlaq, la yahdi li ahsaniha illa anta” (Ya Allah, berikanlah aku petunjuk untuk akhlak yang terbaik, tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepada akhlak terbaik kecuali Engkau).
Semoga quispedia ini menjadi sarana pembelajaran yang bermanfaat dalam membentuk karakter anak-anak muslim yang memiliki lisan yang terjaga, hati yang bersih, dan akhlak yang mulia seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat yang mulia.
![]()




















































